Kamis, 09 Februari 2012


PENANGANAN CRANIOFACIAL PROBLEM OLEH ORANG TUA
(Dituangkan berdasarkan pengalaman pribadi, para orang tua dari anak penyandang Craniofacial Problem dan informasi dokter)


Problem Craniofacial adalah kelainan yang terjadi pada kepala dan seluruh organ yang berada di kepala. Mempengaruhi struktur, fungsi dan tampilan seluruh organ-organ tersebut. Ditinjau dari sisi prosentase kelahiran, kasus-kasus craniofacial  mungkin termasuk jarang, sekitar di bawah 7% per kelahiran. Sehingga karenanya informasi penanganan yang dibutuhkan untuk kasus ini pun menjadi sulit diperoleh.

Banyak orang tua mengira bahwa kelainan struktur dan bentuk wajah hanya menyebabkan tampilan wajah yang berbeda saja dengan orang lain pada umumnya. Oleh karena itu seringkali tidak disadari bahwa kelainan ini juga ternyata menyebabkan gangguan pada fungsi organ di kepala pada khususnya dan juga meluas pada organ-organ lain secara tidak langsung yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup penyandangnya.

Selain berpengaruh pada fungsi organ, kelainan ini juga berpengaruh pada konsep diri dan hubungan sosial. Kadang-kadang bagi beberapa orang juga berpengaruh pada prestasi akademik. Oleh karena itu pemahaman mengenai kerentanan baik yang bersifat umum maupun individual perlu dimiliki oleh orang tua, dokter, guru, terapis, lingkungan dan yang utama adalah penyandang itu sendiri. Pemahaman yang terbatas kerapkali menyebabkan penanganan yang kurang tepat, sehingga penyandang Craniofacial problem tumbuh menjadi kurang optimal baik dari sisi fisik maupun mental.

Jenis-jenis Craniofacial Problem
Jenis-jenis ini terkait dengan titik berat atau kekhasan gangguan yang dimiliki. Dan masing-masing memiliki range keparahan yang berbeda-beda.

1.      Craniosinostosis
Terjadinya penutupan sutura yang terlalu cepat pada ubun-ubun bayi.
2.      Cleft Palate
Celah yang terjadi pada langit-langit rongga mulut. Pada tingkatan yang paling ringan, celah bisa hanya terjadi pada satu sisi saja. Tapi pada tingkat yang lebih berat bahkan menyebabkan terbukanya saluran pernafasan
3.      Crouzon Syndrome
Perkembangan tulang kepala yang tidak sempurna. Kekhasannya adalah pada mata yang menonjol (exopthalmos) dan jaraknya terlalu lebar (hypertelorism). Rahang bawah lebih maju daripada rahang atas
4.      Apert Syndrome
Perkembangan tulang kepala yang tidak sempurna, dengan kekhasan paling menonjol adalah adanya celah pada  langit-langit rongga mulut, bentuk kepala yang kurang proporsional dan jari tangan serta jari kaki yang rapat.


Gangguan umum yang terjadi pada penyandang craniofacial problem adalah:
1.      Gangguan perkembangan otak.
Otak berkembang terus sementara tulang tengkorak kepala tidak berkembang normal. Hal ini dapat menyebabkan tekanan pada beberapa bagian otak yang juga berpengaruh pada fungsi otak tersebut.  Sering kejang/stuip adalah gangguan yang kerap dialami pada kondisi ini. Pusing kepala ringan dan berat dapat terjadi hingga dewasa terutama bila tidak ada tindakan yang dilakukan sejak dini.

2.      Gangguan organ pernafasan
Adanya celah di rongga mulut (Cleft palate, Apert Syndrome) menyebabkan fungsi organ pernafasan seperti hidung, tenggorokan dan paru-paru menjadi terganggu. Makanan atau minuman yang salah masuk, menyebabkan tersedak atau mengganggu jalan pernafasan. Sementara rongga pernafasan yang terlalu sempit (Crouzon Syndrome) menyebabkan pernafasan yang terganggu, tidur ngorok, sulit sembuh saat terkena pilek, sesak nafas dan sulit bernafas/sleep apnea. Kebutuhan pasokan oksigen yang kurang memadai mempengaruhi perkembangan fisik dan postur tubuh. Dada cekung, punggung agak melengkung, cepat lelah, dll.
Kondisi organ pernafasan yang tidak sempurna juga mempengaruhi kemampuan bicara.

3.      Gangguan organ penglihatan
Jarak mata yang terlalu jauh menyebabkan otot mata bekerja terlalu keras untuk memfokuskan lensa mata. Sementara mata yang terlalu menonjol karena tekanan yang terlalu besar dari dalam, misalnya pada Crouzon Syndrome dapat membuat syaraf-syaraf mata terputus. Gangguan penglihatan minus, rabun bahkan sampai pada kebutaan dapat terjadi dalam kondisi ini. Mata gatal, merah, kotor, berair juga umum terjadi.

4.      Gangguan organ pencernaan khususnya di kepala
Struktur rongga mulut dan rahang yang tidak sempurna menyebabkan gangguan dalam proses mengunyah dan menelan makanan. Dalam banyak kasus penyandang kelainan craniofacial karena sulit menelan maka hanya menyukai makanan tertentu yang lunak agar mudah ditelan, atau hanya makan sedikit karena lelah mengunyah dan menelan. Pertumbuhan dan perkembangan gigi yang kurang sempurna, berjejal atau gigitan yang kurang pas juga berpengaruh terhadap proses pencernaan.

5.      Gangguan organ pendengaran
Gangguan pendengaran bisa juga terjadi karena perkembang tulang-tulang pendengaran yang tidak sempurna. Tidak memiliki lubang telinga, atau bahkan tidak memiliki daun telinga adalah hal yang cukup umum terjadi. Kondisi ini  berpengaruh pada kemampuan pendengaran yang bervariasi. Ada yang dapat mendengar secara normal, namun ada juga yang mengalami gangguan pendengaran ringan hingga lebih berat.

6.      Gangguan perkembangan fisik
Gangguan perkembangan fisik ini adalah konsekuensi yang terjadi karena gangguan pada keseluruhan organ yang berada di kepala. Kurangnya pasokan oksigen berpengaruh pada daya tahan dan postur tubuh. Sementara  asupan gizi yang kurang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan badan. Umum terjadi anak-anak penyandang kelainan craniofacial mengalami keterlambatan perkembangan merangkak, berjalan dan bicara. Tubuh juga umumnya lebih kecil dan kurus dibanding rata-rata anak seusianya.

7.      Gangguan perkembangan mental
Apabila tidak dilakukan tindakan atau operasi sejak kecil, maka perkembangan otak dapat terganggu. Oleh karena itu ditemukan beberapa kasus keterbelakangan mental pada usia yang lebih besar bila tidak dilakukan tindakan.

8.      Gangguan bicara dan berbahasa
Gangguan ini dapat terjadi, baik karena gangguan organ bicara mulut dan rahang, atau juga karena adanya gangguan pendengaran. Bunyi yang tidak sempurna karena jalan udara yang terganggu atau artikulasi huruf dan kata yang tidak jelas karena struktur rongga mulut dan rahang yang berbeda dan tidak menangkap suara sehingga kesulitan meniru bunyi adalah hal yang umum terjadi.

9.      Gangguan perkembangan konsep diri
Tampilan yang berbeda sebetulnya bukan hal yang utama. Pada awalnya penyandang kelainan craniofacial tidak menyadari adanya masalah dalam tampilan mereka. Mereka lahir dengan kondisi demikian dan beradaptasi dengannya. Namun lingkungan yang berawal dari orang-orang terdekatlah yang memberikan pemaknaan terhadap tampilan ini. Nilai baik buruk, benar salah, indah dan jelek diberikan oleh lingkungan. Pemaknaan terhadap tampilan yang berbeda ini yang berpengaruh kepada konsep diri penyandang kelainan craniofacial.

Orang tua yang kurang menerima kondisi anak apa adanya, menampilkan dalam berbagai bentuk perilaku. Rasa malu, marah, kecewa, kasihan bisa muncul dalam bentuk pola asuh yang over protective. Beberapa perlakuan yang kerap muncul, antara lain:
  •   Orang tua “menyembunyikan” anaknya di rumah karena kuatir anak dibully atau diganggu oleh lingkungan.      
  •  Melarang anak untuk melakukan berbagai macam aktivitas agar anak tidak celaka.  
  • Menyerang orang lain yang tidak bisa menerima anaknya dan merasa lingkungan berlaku tidak adil dan memaksa lingkungan untuk memperlakukan anaknya dengan baik.
  • Menyesali anak dengan membanding-bandingkan anak dengan saudaranya atau orang lain
  • Dan lain-lain

Perilaku orang tua dan lingkungan ini didasari oleh banyak hal. Namun umumnya yang paling banyak adalah karena kurangnya informasi mengenai kelainan Craniofacial ini bukan hanya pada orang tua bahkan pada para profesional sekalipun. Dokter, guru, terapis, psikolog pun tidak selalu memahami sehingga kadang memberikan informasi yang kurang tepat kepada orang tua.

10.   Gangguan proses belajar mengajar/akademik
Pada banyak kasus, otak para penyandang kelainan craniofacial tidak mengalami gangguan, namun perkembangan tulang kepala yang tidak normal berpeluang untuk mengganggu perkembangan otaknya, sehingga juga mempengaruhi optimalisasi pemanfaatan kecerdasannya.

Gangguan proses belajar mengajar juga bisa muncul karena gangguan pendengaran yang menyebabkan mereka tidak bisa mengikuti proses belajar mengajar secara konvensional. Pendekatan-pendekatan khusus yang bersifat individual lebih dibutuhkan.

Optimalisasi pencapaian prestasi akademik dapat terjadi karena konsep diri yang rendah. Merasa kurang layak, kurang menghargai diri hingga menyebabkan timbulnya kecemasan, tidak menikmati proses belajar dan akhirnya prestasi kecerdasan tidak berkembang optimal.

11.   Gangguan penguasaan self help skill
Daya tahan fisik yang rendah, kerentanan terhadap kecelakaan dan ketidak sempurnaan fisik dapat menjadi penghalang untuk menguasaan ketrampilan bantu diri yang menjadi dasar pengembangan kemandirian dan juga pembentukan konsep diri yang positif.
-        Orang tua yang over protective terlalu banyak melarang, menyebabkan anak kekurangan kesempatan untuk menguasai ketrampilan bantu diri.
-        Sementara kerentanan kepada kecelakaan dapat menyebabkan anak atau penyandang kelainan craniofacial itu sendiri yang membatasi dirinya.
-        Ketidak sempurnaan fisik, misalnya jari-jari yang melekat pada Apert Syndrome menyebabkan mereka harus mengembangkan cara yang lebih sesuai untuk dirinya sendiri untuk dapat mencapai target yang sama dengan anak lain.

12.   Gangguan dalam relasi sosial
Gangguan ini dapat terjadi karena:
-        Perkembangan konsep diri yang rendah, merasa berbeda, takut dijauhi teman-teman, dll menyebabkan penyandang enggan untuk berinteraksi dengan orang lain
-        Perkembangan bicara dan bahasa yang terlambat menyebabkan gangguan komunikasi dan juga dapat berpengaruh terhadap relasi sosial dengan lingkungan.

Penanganan
Kurangnya informasi menyebabkan ketidak tahuan bahwa dalam batas tertentu, kelainan craniofacial dapat dibantu untuk menjadi lebih adaptif. Meskipun tidak sempurna, namun treatment medis yang dilakukan sejak dini dapat membantu penyandang kelainan craniofacial untuk memperbaiki fungsi organ-organ di kepalanya, dan berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan psikologis dan sosialnya.

1.      Operasi rekonstruksi adalah tindakan medis yang perlu dipertimbangkan sejak dini. Operasi pertama biasanya untuk memperbaiki struktur kepala, memberi ruang untuk otaknya berkembang, mengurangi tekanan pada mata untuk mencegah kebutaan (Crouzon syndrome), menutup celah rongga mulut agar dapat bernafas dan makan lebih baik (Apert syndrome), memperbaiki struktur jari tangan agar dapat melakukan ketrampilan bantu diri lebih baik (Apert Syndrome). Beberapa tindakan lain mungkin dilakukan bergantung pada kekhasan masing-masing individu. Operasi sejak dini lebih disarankan karena bisa mengurangi peluang masalah lebih besar di kemudian hari.

Operasi kedua biasanya dilakukan pada saat penyandang berusia remaja, 16 atau 17 tahun. Dilakukan ketika pertumbuhan tulang sudah mulai melambat. Pada dasarnya perbaikan struktur yang dilakukan lebih didasarkan pada “penyempurnaan fungsi” dan bersifat individual. Bisa meliputi perbaikan rahang sehingga gigitan lebih baik, dan juga mengurangi tekanan pada mata. Atau menyangkut fungsi-fungsi lain yang lebih individual.

Bagaimana pun operasi rekonstruksi meskipun memperhatikan tampilan namun lebih banyak menitik beratkan pada struktur dan fungsi organ. Oleh karena itu dalam beberapa hal perubahan tampilan mungkin tidak terlalu signifikan namun perubahan fungsi organ akan jauh lebih baik.

2.      Perawatan gigi
Rongga mulut yang sempit, adanya celah di langit-langit rongga mulut, struktur rahang yang tidak sempurna, keseluruhannya dapat berpengaruh terhadap perkembangan gigi. Kebersihan, kekuatan dan kerapihan penting juga untuk diperhatikan. Oleh karena itu selain perawatan kebersihan gigi setiap hari, penggunaan braces juga disarankan oleh orthodontist untuk perkembangan rahang yang proporsional.

3.      Pemeliharaan mata dan penggunaan alat bantu penglihatan
Mata yang terlalu menonjol (exopthalmos) menyebabkan otot dan syaraf mata yang tertekan. Dalam beberapa kasus kondisi ini mengakibatkan kemampuan penglihatan yang terganggu. Penggunaan alat bantu seperti kaca mata disarankan bergantung pada daya penglihatan. Kondisi bola mata yang terlalu menonjol ini juga rentan terhadap gangguan mata, seperti mata merah, kotor, dan berair karena tersumbatnya  lubang di sudut mata. Penggunaan obat tetes diperlukan sesuai dengan saran dokter agar tidak menyebabkan iritasi pada bola mata.

Hindari benturan atau tekanan yang terlalu besar pada mata, karena dapat menyebabkan dislokasi bola mata. Bila hal ini terjadi terlalu sering, maka otot-otot mata dapat menjadi longgar dan bahkan dapat menyebabkan terputusnya otot dan syaraf mata sehingga dapat menyebabkan gangguan penglihatan hingga kebutaan.

Jarak mata yang terlalu jauh satu sama lain (hypertelorism) menyebabkan mata bekerja lebih keras untuk fokus pada satu titik. Kelelahan mata dapat terjadi sehingga anak merasa pusing atau malas melakukan kegiatan yang menggunakan mata, seperti misalnya menulis, membaca, menggambar, dll. Penggunaan lensa prisma pada kacamata kadang dianjurkan oleh dokter mata untuk meringankan kerja mata.

4.      Terapi bicara
Terkait dengan kondisi struktur organ bicara, maka artikulasi atau pengucapan huruf menjadi kurang jelas dan dapat mempengaruhi kelancaran dalam berkomunikasi. Oleh karena itu terapi bicara dan bahasa pun diperlukan agar anak dapat berbicara lebih jelas.  Biasanya pengucapan kurang jelas pada huruf c, j, z, dll. Pada kondisi cleft palate, huruf-huruf m, n,ng juga bisa bermasalah.
Gangguan pendengaran juga membuat penyandang craniofacial problem perlu mengembangkan metode komunikasi yang sesuai. Gangguan pendengaran berat bisa membutuhkan ketrampilahan berbahasa isyarat. Gangguan pendengaran ringan mempersyaratkan penggunaan hearing aid tipe bone conduction untuk memudahkan proses komunikasi.

5.      Gizi dan olah raga
Dibutuhkan pengaturan gizi dan makanan yang seimbang agar pertumbuhan dan perkembangan tidak terganggu. Olah raga dan kegiatan fisik juga perlu dilakukan agar kebugaran dan daya tahan berkembang dengan baik. Pada beberapa kasus ada penyandang craniofacial problem yang kurang sempurna secara fisik, misalnya lengan yang tidak lurus, kaki agak bengkok dan lain-lain yang mengganggu gerak dan perkembangan motorik kasar dan halus. Dalam hal ini perlu dilihat keterbatasan yang dimiliki dan dicarikan cara yang paling sesuai sehingga ia tetap dapat melakukan aktivitas bantu diri (self help skill) sehari-hari.

6.      Pengembangan konsep diri
Perbedaan tampilan wajah berpeluang menimbulkan konsep diri negatif. Lebih jauh hal ini berpengaruh pada perkembangan mental dan pencapaian-pencapaian hidup. Perkembangan konsep diri berawal dari lingkungan terdekat yaitu keluarga. Oleh karena itu penerimaan/acceptance dari orang-orang terdekat, ayah, ibu dan anggota keluarga lain yang berpengaruh akan menjadi titik awal perkembangan konsep diri anak penyandang craniofacial problem. Karenanya dibutuhkan penerimaan dan kasih sayang tanpa syarat dari orang tua untuk memberikan rasa aman pada anak. Boleh jadi selalu ada peluang di masa depan anak memasuki lingkungan yang kurang ramah dan sangat menilai tampilan fisik. Akan tetapi bila anak sudah memperoleh jaminan rasa aman dari keluarganya, maka ia tidak akan merasa terlalu terganggu oleh hal itu.

Ada baiknya untuk fokus pada kelebihan yang dimiliki anak termasuk menggaris bawahi kualitas-kualitas sifat yang lebih mendasar, seperti kebaikan, keramahan, sopan santun, dll. Bila belum ditemukan kelebihan atau bakat yang menonjol, maka apresiasi terhadap usaha yang dilakukan anak jauh lebih penting dari hasil yang dicapai. Konsep bahwa Tuhan memerintahkan manusia berusaha dan Tuhan yang menentukan mendasari hal ini. Kalau Tuhan saja memerintahkan berusaha, mengapa manusia justru lebih peduli pada hasil?

7.      Akademik
Pada dasarnya craniofacial problem tidak langsung berhubungan dengan fungsi otak. Namun demikian perkembangan tulang kepala yang tidak sempurna dapat mempengaruhi perkembangan otak. Otak yang tertekan oleh tulang kepala dapat mempengaruhi fungsi syaraf yang terpengaruh tersebut. Dan bila hal itu menyangkut syaraf-syaraf yang terkait proses berpikir dan belajar maka hal itu juga dapat berpengaruh terhadap proses berpikir dan belajar. Beberapa kasus penyandang craniofacial memiliki kelambatan belajar sehingga membutuhkan penanganan khusus dalam proses pendidikannya.

Problem belajar dapat juga terjadi karena gangguan pendengaran atau gangguan bicara pada. Kondisi-kondisi ini bersifat individual sehingga penyesuaian metode belajar pun akan bersifat individual. Orang tua perlu menyadari hal tersebut, karena sistem pendidikan reguler tidak selalu dapat mengakomodir pelayanan pendidikan yang bersifat spesifik. Oleh karena itu bila sekolah atau guru tidak dapat memberikan pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak, maka orang tua perlu berpikir kreatif mencari jalan agar anak dapat terpenuhi kebutuhannya.
-        Ada orang tua yang memilih sekolah inklusi yang memiliki program pelayanan untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
-        Homeschooling juga dapat menjadi pertimbangan, karena program belajar dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan anak
-        Sekolah reguler dengan memberikan les tambahan baik oleh guru privat atau dilakukan sendiri juga umum dipilih.

8.      Pengembangan kemandirian
Anak pada satu saat akan mencapai kedewasaannya. Dan pada saat itu ia pun memiliki tanggung jawab yang sama dengan orang lain pada umumnya dalam hal kemandirian. Kemandirian dimaksud meliputi kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, menguasai ketrampilan hidup sesuai kompetensinya sehingga ia dapat hidup dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain.

Tugas orang tua adalah membuat tujuan jangka panjang kemandirian. Selanjutnya membuat target-target jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang tersebut degan langkah-langkah pencapaian yang sesuai dengan kemampuan anak. Adakalanya dibutuhkan penentuan prioritas untuk  meredusir target-target yang kurang prioritas dan potensial menjadi beban.

9.      Pembentukan lingkungan sosial
Anak membutuhkan lingkungan sosial yang mendukung untuk perkembangan dirinya. Lingkungan yang memberikan rasa aman dan nyaman. Bukan lingkungan yang memanjakan dan tidak memberikan kesempatan anak mengembangkan kemandirian apalagi juga bukan lingkungan yang mem-bully dan merendahkan anak.
Sangat menguntungkan bila orang tua menemukan lingkungan ideal tersebut. Tapi bila tidak, maka orang tua yang perlu menciptakan lingkungan tersebut. Memberikan informasi yang tepat pada lingkungan adalah langkah awal. Menyatakan kebutuhan dan keinginan orang tua adalah berikutnya. Namun yang paling utama adalah memperlihatkan pada lingkungan bagaimana orang tua memperlakukan anak. Orang lain tidak selalu tahu apa yang perlu dilakukan. Kesalahan mereka dalam bertindak, misalnya menatap terus menerus, mentertawakan, terlalu membantu atau sebaliknya mengabaikan seringkali didasari oleh ketidak tahuan. Oleh karena itu mereka perlu diajari bagaimana berespon terhadap sesuatu yang berbeda. Orang tua yang menampilkan penghargaan pada anaknya, adalah contoh yang lebih jelas dan berarti daripada ribuan kata.

ALLAH MENCIPTAKAN MANUSIA DALAM BENTUK YANG SEBAIK-BAIKNYA (QS 95:4)
MAKA NIKMAT TUHAN MANA LAGI YANG ENGKAU DUSTAKAN? (QS 55:13)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"KESEMPATAN", KEBUTUHAN ANAK UNTUK BERKEMBANG DAN MANDIRI - yws

  Memberikan "Kesempatan" pada anak, bagi sebagian orang tua adalah mudah, tapi sebagian lainnya merasa berat memberikannya. Saya ...